Sunday 11 January 2009

TUJUAN DAN FUNGSI HUKUM POSITIF DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Pemikiran tentang filsafat hukum dewasa ini diperlukan untuk menelusuri seberapa jauh penerapan arti hukum dalma kehidupan sehari-hari, juga untuk menunjukkan ketidak sesuaian antara teori dan praktek hukum. Manusia memanipulasi kenyataan hukum yang baik menjadi tidak bermakna karena ditafsirkan dengan keliru, sengaja dikelirukan, dan disalah tafsirkan untuk mencapai kepentingan tertentu. Banyaknya kasus yang tidak terselesaikan karena ditarik ke masalah politik. Kebenaran hukum dan keadilan dimanipulasi dengan cara yang sistematik sehingga peradilan tidak menemukan keadaan yang sebenarnya. Kebijaksanaan pemerintah tidak mampu membawa hukum menjadi panglima dalam menentukan keadilan, sebab hukum dikebiri oleh sekelompok orang yang mampu membelinya atau orang yang memiliki kekuasan yang lebih tinggi.
Masyarakat meyakini bahwa hukum lebih banyak merugikan mereka,dan sedapat mungkin dihindari. Bila seseorang melanggar peraturan lalu lintas misalnya, maka sudah jamak dilakukan upaya “damai” dengan petugas polisi yang bersangkutan agar tidak membawa kasusnya ke pengadilan . Memang dalam hukum perdata, dikenal pilihan
penyelesaian masalah dengan arbitrase atau mediasi di luar jalur pengadilan untuk menghemat waktu dan biaya. Namun tidak demikian hal nya dengan hukum pidana yang hanya menyelesaikan masalah melalui pengadilan. Di Indonesia, bahkan persoalan pidana pun masyarakat mempunyai pilihan di luar pengadilan.
Pendapat umum menempatkan hakim pada posisi “tertuduh” dalam lemahnya penegakan hukum di Indonesia, namun demikian peranan pengacara, jaksa penuntut dan polisi sebagai penyidik dalam hal ini juga penting. Suatu dakwaan yang sangat lemah dan tidak cermat, didukung dengan argumentasi asal-asalan, yang berasal dari hasil penyelidikan yang tidak akurat dari pihak kepolisian, tentu saja akan mempersulit hakim dalam memutuskan suatu perkara. Kelemahan penyidikan dan penyusunan dakwaan ini kadang bukan disebabkan rendahnya kemampuan aparat maupun ketiadaan sarana pendukung, tapi lebih banyak disebabkan oleh lemahnya mental aparat itu sendiri. lemahnya mental aparat itu sendiri. Beberapa kasus menunjukkan aparat memang tidak berniat untuk melanjutkan perkara yang bersangkutan ke pengadilan atas persetujuan dengan pihak pengacara dan terdakwa, oleh karena itu dakwaan disusun secara sembarangan dan sengaja untuk mudah dipatahkan.
Teori hukum berada di antara filsafat dan teori politik. Oleh karena itu didominasi oleh pertentangan-pertentangan antara keduanya. Teori hukum mengambil kategori-kategori intelektualnya dari filsafat, dan cita-cita keadilannya dari teori politik. Kontribusi khas dari teori hukum adalah dalam merumuskan cita-cita politik yang berkenaan dengan prinsip-prinsip hukum. Terminologi hukum yang khas kadang-kadang mengaburkan kedudukan teori hukum dan menimbulkan ilusi tentang kecakupan diri
Tujuan utama ataupun cita-cita Hukum adalah untuk mecapai kesersian/kedamaian/keadilan. Dengan menegaskan bahwa Pancasila adalah sendi Keserasian Hukum, memang haruslah terbukti bahwa benih keserasian tersebut terdapat dalam tiap silanya. Hukum dan politik ibarat dua sisi mata uang yang saling berseberangan tetapi adalah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan. Karena memang keduanya tidak terlepas dari satu dengan yang lainnya. Lalu apakah Hukum itu sudah ditegakkan dengan seadil-adilnya di Indonesia?. Apakah dewi keadilan masih tetap di”telanjangi” dalam menegakkan keadilan? Lalu sebenarnya untuk apa hukum itu dibuat? Apakah sebenarnya fungsi dan tujuan dari hukum itu?

1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana filsafat hukum memandang tujuan dan fungsi hukum itu? Bagaimana filsafat hukum memandang penerapan tujuan dan fungsi hukum di Indonesia?


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Hukum adalah suatu tatanan yang menetapkan kepada setiap anggota masyarakt kewajiban-kewajiban dan dengan demikian kedudukannya dalam masyarakat melalui suatu teknik spesifik, dengan jalan menetapkan suatu tindakan paksaan, suatu sanksi yang ditunjukan terhadap anggota masyarakat yang tidak memenuhi kewajibannya. (Hans Kelsen, 1995, hlm.26).

Filsafat adalah merupakan suatu renungan yang mendalam terhadap suatu objek untuk menumukan hakeket yang sebenarnya, bukan untuk mencari perpecahan dari suatu cabang ilmu, sehingga muncul cabang ilmu baru yang mempersulit kita dalam mencari suatu kebanaran dikarenakan suatu pertentangan sudut pandang.

Filsafat hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa hakekat hukum itu, apa tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral (etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hukum.

Tujuan hukum adalah untuk melindungi dan memajukan kemerdekaan yang benar. Hukum bertujuan untuk membuat manusia baik yakni menjuruskan mereka kearah tujuan terakhir mereka dan menumjukkan perbuatan manusia untuk mencapai tujuannya, sehingga tidak tersesat (W.Poespoprodjo, hlm. 154). Dipihak lain tujuan hukum adalah menegakkan keadilan, membuat pedoman, dan menajmin adanya kepastian hukum dalam asyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan.

Fungsi hukum adalah penyelesaian sengketa atau konflik, disamping fungsi yang lain sebagai alat pengendalian sosial dan alat rekayasa sosial.

Penegakan hukum menurut L.J Van apeldorn mengatur pergaulan hidup secara damai, keadaan damai dapat terwujud apabila kesimbangan kepentingan masing-masing anggota masyarakat benar-benar dijamin oleh hukum., damai dan adil merupakan perwujutan tercapainya tujuan hukum, adil bukan berarti masing-masing anggota masyarakat menerima bagian yang sama tetapi bahwa kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum harus seimbang.

BAB III
PEMBAHASAN

a. Pandangan Filsafat Hukum Terhadap Tujuan Dan Fungsi Hukum

Jika kita berpaling kepada gagasan mengenai tujuan hukum yang sudah timbul didalam pemikiran yang sadar, kita mungkin akan mengenal tiga gagasan yang telah teguh pendiriannya berturut-turut didalam sejarah hukum. Gagasan pertama yang paling bersahaja adalah bahwa hukum itu diadakan supaya terjaga ketentraman di dalam suatu masyarakat tertentu, untuk menjaga perdamaian dalam keadaan bagaimana saja dan dipelihara dengan mengorbankan apa saja. Hukum itu bertugas memenuhi kehendak masyarakat yang menginginkan keamanan yang menurut pengertian yang paling rendah dinyatakan sebagai tujuan ketertiban hukum. Kemudian hukum itu merupakan tarif dari susunan yang eksak untuk tiap kerugian (Injury) yang terperinci dan bukannya dari azas-azas ganti kerugian yang eksak dari alat-alat untuk mengajak atau memaksa penyerahan semua perselihan kepada keutusan pengadilan dan bukan kepada sanksi.
Ahli-ahli filsafat Yunani sampai memahamkan kenaman umum dalam arti yang lebih luas dan memandang tujuan ketertiban hukum itu sebagai usaha memelihara status quo di dalam masyarakat. Mereka sampai kepada pemikiran bahwa keamanan umum dapat dipelihara dengan cara memelihara keamanan lembaga sosial. Mereka menganggap hukum sebagai suatu alat untuk menempatkan tiap orang didalam alur (groove) yang ditunjuk baginya didalam masyarakat, yang dengan demikian mencegah pereseran dengan sesamanya.dengan berbentuk pemeliharaan status quo didalm masyarakat, ini menjadi konsepsi tentang tujuan hukum pada bangsa yunani, dan seterusnya oleh bangsa Romawi dan kemudian oleh bangsa-bangsa Eropa dalam jaman pertengahan.
Gagasan yang kedua, Keadilan dibentuk oleh pemikiran yang benar, dilakukan secara adil dan jujur serta bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Rasa keadilan dan hukum harus ditegakkan berdasarkan Hukum Positif untuk menegakkan keadilan dalam hukum sesuai dengan realitas masyarakat yang menghendaki tercapainya masyarakat yang aman dan damai. Keadilan harus dibangun sesuai dengan cita hukum (rechtidee) dalam Negara hukum (rechtsstaat), bukan negara kekuasaan (machtsstaat). Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, penegakkan hukum harus memperhatikan 4 unsur :
1. Kepastian hukum (rechtssicherkeit)
2. Kemanfaat hukum (zeweckmassigkeit)
3. Keadilan hukum (gerechtigkeit)
4. Jaminan hukum (doelmatigkeit) (Dardji Darmodihardjo, 2002: 36)
Penegakan hukum dan keadilan harus menggunakan jalur pemikiran yang tepat dengan alat bukti dan barang bukti untuk merealisasikan keadilan hukum dan isi hukum harus ditentukan oleh keyakinan etis, adil tidaknya suatu perkara. Persoalan hukum menjadi nyata jika para perangkat hukum melaksanakan dengan baik serta memenuhi, menepati aturan yang telah dibakukan sehingga tidak terjadi penyelewengan aturan dan hukum yang telah dilakukan secara sistematis, artinya menggunakan kodifikasi dan unifikasi hukum demi terwujudnya kepastian hukum dan keadilan hukum. Permasalahan Filsafat hukum yang muncul dalam kehidupan tata Negara yang berkaitan dengan Hukum dan Kekuasaan bahwa hukum bersifat imperatif, agar hukum ditaati, tapi kenyataannya hukum dalam kehidupan masyarakat tidak ditaati maka hukum perlu dukungan kekuasaan, seberapa dukungan kekuasaan tergantung pada tingkat “kesadaran masyarakat”, makin tinggi kesadaran hukum masyarakat makin kurang dukungan kekuasaan yang diperlukan. Hukum merupakan sumber kekuasaan berupa kekuatan dan kewibawaan dalam praktek kekuasaan bersifat negatif karena kekuasaan merangsang berbuat melampaui batas, melebihi kewenangan yang dimiliki. Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah dholim. Hukum mempunyai
hubungan erat dengan nilai sosial budaya. Hukum yang baik adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, masyarakat berubah tak dapat dielakkan dan perubahan itu sendiri dipertanyakan nilai-nilai mana yang dipakai (Budiono K, 1999: 37). Di dalam perubahan pasti ada hambatan antara lain:
(a) nilai yang akan dirubah ternyata masih relevan dengan kepribadian Nasional,
(b) adanya sifat heterogenitas dalam agama dan kepercayaan yang berbeda,
(c) adanya sikap masyarakat yang tidak menerima perubahan dan tidak mempraktekkan perubahan yang ada.

b. Pandangan filsafat hukum terhadap penerapan tujuan dan fungsi hukum di Indonesia.

Dunia akan kacau seandainya hukum tidak ada, tidak berfungsi atau kurang berfungsi. Ini adalah suatu kebenaran yang telah terbukti dan diakui bahkan sebelum manusia mengenal peradaban sekalipun. Filsafat hukum itu merupakan percobaan untuk memberikan suatu uraian yang masuk akal mengenai hukum pada suatu waktu dan pada suatu tempat, atau daya upaya untuk merumuskan satu teori umum tentang ketertiban hukum guna memenuhi kebutuhan perkembangan hukum pada suatu masa tertentu, atau percobaan untuk menyatakan secara universal hasil dari percobaan dan menjadikannya cukup bagi hukum dimanasaja dan kapan saja.
Penerapan Filsafat Hukum dalam kehidupan bernegara mempunyai variasi
yang beraneka ragam tergantung pada filsafat hidup bangsa (Wealtanchauung)
masing-masing. Di dalam kenyataan suatu negara jika tanpa ideologi tidak
mungkin mampu mencapai sasaran tujuan nasionalnya sebab negara tanpa
ideologi adalah gagal, negara akan kandas di tengah perjalanan. Filsafat Hidup
Bangsa (Wealtanchauung) yang lazim menjadi filsafat atau ideologi negara,
berfungsi sebagai norma dasar (groundnorm) (Hans Kelsen, 1998: 118). Nilai
fundamental ini menjadi sumber cita dan asas moral bangsa karena nilai ini
menjadi cita hukum (rechtidee) dan paradigma keadilan, makna keadilan
merupakan substansi kebermaknaan keadilan yang ditentukan oleh nilai filsafat
hidup (wealtanchauung) bangsa itu sendiri (Soeryono S., 1978: 19).
Indonesia sebagai negara hukum (Rechtsstaat) pada prinsipnya bertujuan
untuk menegakkan perlindungan hukum (iustitia protectiva). Hukum dan cita
hukum (Rechtidee) sebagai perwujudan budaya. Perwujudan budaya dan
peradaban manusia tegak berkat sistem hukum, tujuan hukum dan cita hukum
(Rechtidee) ditegakkan dalam keadilan yang menampilkan citra moral dan
kebajikan adalah fenomena budaya dan peradaban. Manusia senantiasa berjuang menuntut dan membela kebenaran, kebaikan, kebajikan menjadi cita dan citra
moral kemanusiaan dan citra moral pribadi manusia. Keadilan senantiasa terpadu
dengan asas kepastian hukum (Rechtssicherkeit) dan kedayagunaan hukun
(Zeweckmassigkeit).
Pelaksanaan hukum di Indonesia sering dilihat dalam kacamata yang berbeda oleh masyarakat. Hukum sebagai dewa penolong bagi mereka yang diuntungkan, dan hukum sebagai hantu bagi mereka yang dirugikan. Hukum yang seharusnya bersifat netral bagi setiap pencari keadilan atau bagi setiap pihak yang sedang mengalami konflik,seringkali bersifat diskriminatif, memihak kepada yang kuat dan berkuasa. Pengembalian kepercayaan masyarakat terhadap hukum sebagai alat penyelesaian konflik dirasakan perlunya untuk mewujudkan ketertiban masyarakat Indonesia, yang oleh karena euphoria “reformasi” menjadi tidak terkendali dan cenderung menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri.
Permasalahan hukum di Indonesia terjadi karena beberapa hal, baik dari sistem peradilannya, perangkat hukumnya, inkonsistensi penegakan hukum, intervensi kekuasaan, maupun perlindungan hukum . Diantara permasalahan di atas, yang paling disoroti adalah penegakan hukum itu sendiri. Penegakkan hukum adalah suatu proses yang sudah ditentukan dalam norma-norma hukum positif, dimana dalam proses tersebut harus dilalui tahapan-tahapan agar penegakkan hukum dapat menghasilkan keadilan dan kepastian hukum.
Inkonsistensi penegakan hukum di atas berlangsung terus menerus selama puluhan tahun. Masyarakat sudah terbiasa melihat bagaimana law in action berbeda dengan law in the book. Masyarakat bersikap apatis bila mereka tidak tersangkut paut dengan satu masalah yang terjadi. Apabila melihat penodongan di jalan umum, jarang terjadi masyarakat membantu korban atau melaporkan pelaku kepada aparat. Namun bila mereka sendiri tersangkut dalam suatu masalah, tidak jarang mereka memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum ini.
1. Ketidakpercayaan Masyarakat terhadap hukum
2. Penyelesaian Konflik dengan Kekerasan
3. Pemanfaatan Inkonsistensi Hukum untuk Kepentingan Pribadi


BAB IV
KESIMPULAN

Inkonsistensi penegakan hukum merupakan masalah penting yang harus segera ditangani. Masalah hukum ini paling dirasakan oleh masyarakat dan membawa dampak yang sangat buruk bagi kehidupan bermasyarakat. Persepsi masyarakat yang buruk mengenai penegakan hukum, menggiring masyarakat pada pola kehidupan sosial yang tidak mempercayai hukum sebagai sarana penyelesaian konflik, dan cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka di luar jalur. Cara ini membawa akibat buruk bagi masyarakat itu sendiri. Pemanfaatan inkonsistensi penegakan hukum oleh sekelompok orang demi kepentingannya sendiri, selalu berakibat merugikan pihak yang tidak mempunyai kemampuan yang setara. Akibatnya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasan tumbuh subur di masyarakat Indonesia.Penegakan hukum yang konsisten harus terus diupayakan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

FUNGSI DAN RELEVANSI FILSAFAT HUKUM BAGI RASA KEADILAN DALAM HUKUM POSITIF R ARRY Mth. SOEKOWATHY

PENGANATAR FILSAFAT HUKUM ROSCOE POUND

TEORI & FILSAFAT HUKUM TELAAH KRITIS ATAS TEORI-TEORI HUKUM W. FREIDMANN

RENUNGAN TENTANG FILSAFAT HUKUM PURNADI PURBACARAKA DR. SOERJONO SOEKANTO SH. MA.

www.wikipedia.org
Penegakan Hukum Di Indonesia, Mariojogja’s Blog

No comments:

Post a Comment